Rani
2 min readOct 14, 2023

--

“So you know how I don’t have a dad?” Tanya Arin, seakan itu hal wajar untuk memulai sebuah pembicaraan. Hampir satu dekade sejak semuanya, menceritakan hal ini terasa seperti menceritakan orang lain. Ini bukan tentang Arini Nareswari, atau keluarganya, atau ayahnya.

Andra, lebih cuek dari Ipeh, hanya menggangguk. “Yes.”

“Jadi dulu keluarga gue sama keluarga Suwardana deket banget, ayah gue semacam tangan kanannya si Fajar Suwardana gitu lah. Terus somehow pas gue SMP tuh bokap gue jadi scapegoatnya, dipenjara, terus bunuh diri. Gue sempet dibully gitu di sekolah gara-gara bokap ngekhianatin keluarga Suwardana, like, orang-orang yang beneran deket sama gue termasuk Gibran dan Hisyam jadi benci banget sama gue, jadi gue pas lulus SMP beneran kabur dan masuk SMA negeri, terus ketemu kalian.”

“I’m sorry about your father,” kata Andra. “Kita nggak pernah tau kalau ceritanya kayak gitu.”

“Iya, I’m sorry to hear that, Rin,” tambah Ipeh.

“Udah lewat juga, it’s fine,” Arin mengangkat bahunya. Kalaupun nggak fine, bukannya berarti Arin bisa ngapa-ngapain juga. Ini hal yang saking Arin pendem dan berusaha nggak pikirkan, rasanya itu bukan ayahnya juga.

“And they got away with it?” Tanya Andra.

“Ya liat aja mereka masih adem aja kan hidupnya,” jawab Arin. “At this point, gue beneran cuma nggak mau berurusan apa-apa sama mereka. Ayah tuh dibohongin, God knows what might happen if I get to close to them.”

“Dibohongin gimana?” Tanya Ipeh.

“Kayak… didorong untuk ngambil suap? Or something? Gue juga nggak pernah bener-bener baca,” kata Arin. Terlalu dekat ke dirinya, lebih tepatnya, lebih baik tidak dibahas. “Tapi yang nyuruh bokapnya Hisyam dan ternyata itu ilegal. Bokap nggak tau, dia cukup percaya sama bokapnya Hisyam kalau itu keputusan yang terbaik waktu disuruh.”

“Gila,” kata Andra. “Gue kira beginian nggak terjadi in real life.”

“Terus kalau satu keluarga itu ngejebak keluarga lo, ngapain mereka milih lo jadi ahli waris?” Tanya Ipeh. “Nggak make sense sama sekali kalau dari penjelasan lo.”

“Itu juga pertanyaan gue, Peh, itu bahkan pertanyaannya Gibran sama Hisyam,” respon Arin. “The problem is the only one who knows why is dead and it’s the only reason this is happening in the first place.”

“Tapi lo bakal dateng?” Tanya Ipeh kembali.

“Dateng, gue penasaran,” kata Arin. “Maksudnya, apa ya, yang ngehandle ini kan Bang Juna, terus dia beneran bilang kayak… porsinya Hisyam bergantung sama gue.”

“Seriously.”

“I wish I knew what is going on, tapi harus nunggu Senin,” katanya lagi. “Like there’s nothing I can actually do about it.”

“Terus lo gimana, Rin?” Tanya Andra. “Kayak… it must be hard on you, to deal with all of this again, padahal lo istilahnya udah lepas sebelumnya.”

Arin mencibir, “Nggak tau, dra. Terus bunda tuh…”

“Oh baby,” Ipeh langsung memeluk Arin begitu suara Arin pecah. “I’m so sorry.”

“Kata gue semesta emang tai aja sih.”

--

--