Rani
2 min readDec 5, 2023

--

“Apa nggak ada loophole di mana gue nggak harus nikah sama Hisyam?” Tanya Arini begitu Ia kembali ke ruang duduk apartemen Hisyam. “Gue nggak mau nikah.”

“I don’t think so,“ jawab Gibran. Laki-laki itu terdengar benar-benar menyesal ketika menjawabnya, seperti Ia ingin menjawab kalau iya, ada kok loopholenya.

“Ini semua di tangan gue kan?” Kata Arini. “Kalau gue nggak nikah sama Hisyam juga gue nggak rugi.”

“You owe me for your brother,“ Hisyam mengingatkan.

“Itu urusan lo sama Bang Arvian.”

“Really? You want to play this game?” Tanya Hisyam. “Lo sekarang jadi target semua keluarga Suwardana, you can either play along or face the consequences. And you don’t really want to know the consequences, do you?”

“Gue nggak mau nikah, Hisyam, apa lagi sama lo.”

“Ya gue juga nggak mau,” balas Hisyam. “It’s just for show, kita cuma butuh meyakinkan orang-orang kalau kita beneran menikah secara sah dan resmi. Setelah itu kita cerai, it doesn’t matter. Lo juga nggak punya pacar kan? I checked.”

“Gue nggak mau terikat, Syam. Salah gue mau bebas? Kita 23, anjing, we are free to make our own choices.”

“Bebas apa sih yang ada sama lo, Rin? Kerja lembur sampe nginep di kantor? Nggak beli apa-apa karena ngebiayain bunda? Pulang pergi naik transportasi umum karena bensin mahal? Lo belum berangkat S2 karena bebas ya, Rin?” Sahut Hisyam.

“Fuck you.”

“50 billion on top of your portion of the inheritance and I’ll take care of your mom,” tambahnya.

“Lo… nggak bisa beli gue kayak gitu, Syam.”

“Jadi istri gue sebagai status apa susahnya sih? At most, lo cuma nemenin gue ke social functions. Lo nggak harus ngelayanin gue, lonte banyak.”

“What an asshole way to say you need to pay for sex.”

“Cuma duduk manis sebagai status dan lo dapet warisannya nenek, what more can you possibly ask for?”

Arin terdiam. “Clear my dad’s name.”

“Serius?”

“Lo baca suratnya kan, Syam? Nenek pasti nulis juga di surat lo. Ada sesuatu yang shady di keluarga Suwardana dan itu berhubungan sama ayah. I’ll do it tapi sampe kita cerai, dua tahun lagi, lo harus bisa membersihkan nama ayah,” kata Arin.

“Kalau gue boleh motong,“ kata Gibran, “Kita udah punya rencana soal itu.”

Mata Hisyam membelalak, “Lo mau percaya sama Arin?”

“Calon istri lo kan?” Respon Gibran santai. “Kita bisa strike a deal di sini. Sekarang. Syam, nenek lo beneran ngasih kita kesempatan emas di sini. She knew, kalau nggak kenapa warisan cuma pergi ke kalian dan Hilman? Tapi nenek tau Hilman nggak mau tau apapun tentang perusahaan.”

“Bang Hilman is a failure and you know it.”

“Tapi dia masih lebih banyak dapet daripada saudara lo yang lain, bahkan bokap lo,” timpal Gibran. “You wanted to clean up this family, kita bersihin secara total. Nggak ada lagi backroom deals, nggak ada lagi yang aneh-aneh. Lo nggak percaya sama gue?”

“Gue percaya sama lo, Gi.” Hisyam melirik ke figur Arin, rahangnya yang tegas dan posturnya yang tegak. “Fine.”

“What’s fine?”

“You might want to sit down for this,” saran Gibran.

--

--